Sejarah Letusan Tambora, Yang Memuntahkan Lahar Dan Mengubur 3 Kerajaan
Dompu - Tahun 1815 menjadi tahun penentu bagi sejarah kehidupan di Pulau
Sumbawa. Sebab, pada bulan April, Gunung Tambora yang terletak di
Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), meletus dahsyat.
Tambora yang diperkirakan memiliki ketinggian sekitar 4.200 meter di
atas permukaan laut (mdpl) itu telah memuntahkan laharnya hingga
meluluhlantakkan segala hal yang ada di sekitarnya. Kini ketinggian
Gunung Tambora hanya tersisa sepertiganya, sekitar 2.851 mdpl dengan
kawah berdiameter sekitar 7 kilometer.
Lebih dari 200 tahun telah berlalu, masyarakat Dompu terus mengulas
kisah meletusnya Tambora dalam bentuk dongeng yang disebut sebagai
mpama. Melalui mpama beragam informasi disampaikan oleh orang tua ke
anak cucu mereka. Disebutkan dalam salah satu mpama tentang masyarakat
yang mengalami penyakit kulit mengenaskan akibat dari letusan Tambora.
Sekian generasi Dompu menerima beragam mpama yang disampaikan para
leluhur tentang letusan tersebut, dengan pertimbangan boleh dipercaya
kalau ingin, kalau tidak juga tidak mengapa. Namun, seiring perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam informasi dan tulisan ilmiah
yang tentunya dapat dipercaya kini mulai menguak tentang peristiwa
meletusnya Tambora.
Buku Dana Dompu karya Setyo Manggala merupakan buku fotografi dan narasi
pertama tentang Dompu. Buku ini ditulis dengan menyertakan foto-foto
dan fakta sejarah dari berbagai jurnal yang membahas tentang meletusnya
Tambora. Penulis word play here berbagi mengenai sejarah meletusnya
Tambora kepada Info Dompu.
" Diperkirakan ada 150 kilometer kubik product bebatuan padat dan
partikel vulkanik terlontar dari perut Gunung Tambora. Ini mengacu
kepada referensi Haraldur Sigurdsson, yang paling saya percayai karena
untuk mempelajari sesuatu perlu intens," ujar Setyo, saat dihubungi by
means of WhatsApp, Kamis (11/7),.
Ia menjelaskan terdapat beberapa versi dari jumlah material vulkanik
yang dimuntahkan saat Tambora erupsi, namun yang paling ia percayai
adalah seorang ahli vulkanologi bernama Haraldur Sigurdsoon, ahli
vesivius yang dipercayai oleh seluruh dunia. Menurut Setyo, ia telah
berkeliling Tambora dengan berjalan kaki selama sekitar dua bulan
lamanya pada 2015 untuk meneliti Tambora.
" Dia mengatakan kejadian letusan Tambora sangat cepat. Ini berdasarkan
penemuannya, bahwa ada sebuah rumah di sekitar Tambora yang di dalamnya
ada dua orang yang pada saat itu sedang bersiap untuk makan dan langsung
meninggal, jadi cepat banget arus lava pada saat letusannya," ungkap
Setyo.
Lebih lanjut Setyo mengatakan, letusan tersebut sangat dahsyat, sabana
atau savana Doroncanga dulunya adalah semenanjung Sanggar, daerah
pepohonan atau daerah hutan yang kemudian tertimbun product padat hasil
letusan Tambora sebesar 150 kilometer kubik.
" Maka tidak heran pada daerah Sarae Nduha di pantainya saja tinggi
material pasirnya adalah sekitar dua meter, dan di antara sabana ada
fosil batang pepohonan yang tertimbun product tersebut," jelasnya.
Ia word play here mengatakan bahwa material inilah yang mengubur habis
Kerajaan Pekat dan Tambora tanpa sisa-sisa. Sedangkan raja Kerajaan
Sanggar masih bisa selamat, akibat lahar panas Tambora jatuh lebih cepat
ke arah utara dan barat, letak Kerajaan Pekat dan Sanggar.
Sedangkan di bagian selatan yang merupakan letak Kerajaan Sanggar, lahar
panasnya melambat akibat ada sedimentasi vulkanik kuno yang menahan
laju lahar. Kejadian ini dimanfaatkan oleh raja Sanggar untuk kabur
meski kerajaannya juga luluh lantak.
" Ia akhirnya mengungsi di sebuah tempat di Pulau Sumbawa, tapi tepatnya
saya tidak tahu di mana karena catatannya belum saya temukan," pungkas
Setyo.
Dua kerajaan tertimbun tanpa sisa yaitu Kerajaan Tambora dan Pekat,
sedangkan Kerajaan Sanggar porak-poranda. Diperkirakan ada lebih dari
setengah populasi yang meninggal akibat letusan Tambora, yaitu sekitar
30 ribu orang dalam jangka waktu dekat, dan complete 115 ribu korban
akibat keracunan abu vulkanik dan efek setelahnya.
Komentar
Posting Komentar