Mengetahui Amanah Lurah Desa Ngaliyan, Sebuah Tradisi Unik "Ngemut Banyu"
Jakarta - Menggunakan baju lurik dengan blangkon yang tersemat di kepalanya. Sang
lurah Desa Ngaliyan melangkah cepat. Di belakangnya seorang sesepuh
membawa wayang suci yang dipanggul di punggungnya. Berjalan mengikuti
langkah cepat sang lurah.
Sekilas, memang nampak tak ada yang aneh. Namun jika diamati, kedua pipi
sang lurah terlihat menggelembung seperti sedang mengisap permen. Bukan
mengisap permen, namun kedua pipi lurah tersebut sedang menahan air
dalam mulut.
Ya, lurah di Desa Ngaliyan, Bejen, Temanggung punya tanggung jawab yang
berbeda dibandingkan dengan lurah-lurah lainnya. Di desa ini, seorang
lurah yang sedang menjabat punya amanah menjalankan tradisi unik 'Ngemut Banyu'. Tradisi menahan air dalam mulut pada ritual bersih desa.
Air bendungan dari DAM Sikrekah memenuhi mulutnya. Sang lurah menyusuri
jalan dari irigasi sampai ke ladang persawahan paling ujung. Diikuti
dengan keempat sesepuh serta perangkat Desa Ngaliyan dan Duren. Berjalan
melewati pematang sawah, diam tanpa suara.
Lurah harus lah berbadan prima dan kuat menahan air. Pasalnya, jika
dihitung sang lurah harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer. Tujuannya
agar seluruh ladang warga tidak kering di musim kemarau. Jika tidak,
tentu saja mereka percaya kekeringan akan melanda desa ini.
Tiba di ujung desa, dari sawah terdekat dengan pemukiman. Air itu di
semburkan, sebagai tanda permohonan agar musim kemarau tidak membuat
desanya kering. Amanah lurah berhasil dijalankan. Warga desa patut
berbangga.
Selain sebagai routine mencegah kekeringan, tradisi unik juga untuk
menghormati sosok legendaris yang sangat berjasa dalam pembangunan di
desa ini yaitu Tonogati atau Simbah Onggo Joyo, seorang santri Kanjeng
Diponegoro. Mbah Tonogati membangun saluran irigasi dari Desa Duren
sampai Desa Ngaliyan.
Mbah Tonogati membendung sungai dengan kayu dan bambu untuk mengairi ke
ladang sawah warga. Namun, ketika musim hujan dan air sungai banjir
bendungan kayu itu selalu jebol. Setiap musim kemarau, Ia selalu membuat
bendungan baru.
Beratus tahun silam, hingga kini air irigasi tersebut masih dimanfaatkan
oleh masyarakat desa. Membuat sawah dan kebun yang ada di Desa Ngaliyan
tumbuh subur. Untuk mengenang jasanya, maka ritual ini pun diadakan.
Sebagai wujud syukur dan ucapan terima kasih.
Bersih Desa diawali dengan Mengadakan sesaji di bendungan sungai Logong
Desa Duren, Mengadakan Tahlilan di makam Simbah Tonogati. Kemudian
selamatan di Batu Tumpang yang terletak di Sungai Logong. Setelah sukses
emut air, nantinya akan menampilkan wayang yang sebelum sudah dicuci
oleh lurah.
Tradisi budaya kejawen Lampet Dawuhan atau bersih desa dilaksanakan oleh
masyarakat Desa Ngaliyan secara turun temurun setiap tahunnya menjelang
memasuki bulan Sura. Biasanya diadakan di bulan Agustus setiap hari
Rabu Kliwon sesuai penanggalan jawa.
Lebih dari sekedar ritual, adat bersih desa ini juga menjadi perekat
tali silaturahmi antar warga. Tradisi ini juga mengingatkan akan
pentingnya sebuah amanah yang diemban.
Komentar
Posting Komentar